A.
PENGERTIAN BUDAYA DEMOKRASI
1. Pengertian Demokrasi
Secara
etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos dan kratos. Demos adalah rakyat
sedangkan kratos adalah kekuasaan. Demokrasi berarti kekuasaan dari rakyat.
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan rakyat karena rakyatlah yang berkuasa sekaligus
diperintah. Arti demokrasi yang populer dikemukakan oleh Presiden Amerika
Serikat Abraham Lincoln pada tahun 1863, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat.
Pemerintahan dari
rakyat artinya pemerintah suatu negara mendapat mandat dari rakyat untuk
menyelenggarakan pemerintahan. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan atau
kekuasaan tertinggi dalam negara demokrasi. Apabila pemerintah telah mendapat
mandat dari rakyat untuk memimpin penyelenggaraan negara, pemerintah tersebut
dianggap telah sah. Pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan negara itu
dijalankan oleh rakyat. Walaupun dalam praktiknya pemerintahan dijalankan oleh
pemerintah, orang-orang dalam pemerintah tersebut telah dipilih dan mendapat
mandat dari rakyat.
Pemerintahan
untuk rakyat merupakan pemerintah yang menghasilkan dan menjalankan
kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Jika kebijakan yang dihasilkan hanya untuk kepentingan sekelompok orang dan
tidak berdasarkan kepentingan rakyat, pemerintahan tersebut bukan pemerintahan
demokratis.
Negara yang menganut asas kedaulatan
rakyat atau demokrasi memiliki ciri sebagai berikut.
a. Adanya lembaga perwakilan
rakyat yang mencerminkan kehendak rakyat.
b. Adanya pemilihan umum yang bebas
dan rahasia.
c. Adanya kekuasaan atau
kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh lembaga yang bertugas mengawasi
pemerintah.
d. Adanya susunan kekuasaan badan
atau lembaga negara ditetapkan dalam UUD negara.
2. Demokrasi sebagai Sistem Politik
Demokrasi tidak
hanya merupakan bentuk pemerintahan, tetapi telah menjadi sistem politik.
Sistem politik, yaitu sistem politik demokratis, memiliki ciri dan nilai-nilai
demokratis. Henry B. Mayo menyatakan bahwa sistem politik demokratis adalah
sistem politik yang kebijaksanaan umumnya dibuat berdasarkan prinsip mayoritas
oleh para wakil rakyat dalam suatu pemilihan berkala yang didasarkan atas
prinsip persamaan politik dan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Menurut Plato bentuk pemerintahan dapat dibedakan menjadi aristokrasi,
demokrasi, dan monarki.
a. Aristokrasi,
adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang yang memimpin
dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
b. Demokrasi,
adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan dijalankan untuk
kepentingan rakyat banyak.
c. Monarki,
adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin
tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
Adapun bentuk pemerintahan secara modern menurut Marchiavelli, meliputi
monarki dan republik.
a. Monarki,
adalah bentuk pemerintahan yang bersifat kerajaan. Pemimpin negara umumnya
bergelar raja, sultan, atau kaisar.
b. Republik,
adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh presiden atauperdana menteri.
Samuel Huntington menyatakan
bahwa setiap politik disebut demokrasi jika para pembuat putusan kolektif yang
paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan yang jurdil (jujur dan adil). Pada awalnya
pemunculan sistem politik demokrasi adalah untuk memulihkan hak asasi manusia,
mengangkat harkat dan derajat manusia, serta memberi kekuasaan kepada rakyat.
Negara Indonesia menganut sistem politik Demokrasi Pancasila. Kalian dapat
mencermati alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Dari alinea keempat Pembukaan UUD
1945 dijelaskan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara yang
berkedaulatan rakyat atau negara demokrasi. Dan demokrasi yang diterapkan yang
diterapkan di negara Indonesia adalah demokrasi yang didasarkan pada Pancasila.
Demokrasi Pancasila dijiwai, disemangati, diwarnai, dan didasari oleh falsafah
Pancasila. Hal ini berarti dalam menggunakan hak-hak demokrasi harus disertai
tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung nilai- nilai kemanusiaan
sesuai dengan harkat dan martabatnya. Selain itu, harus menjamin dan
mempersatukan bangsa serta harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Demokrasi sebagai Pandangan Hidup
Demokrasi dipahami tidak hanya
merupakan bentuk pemerintahan dan sistem politik, tetapi merupakan sebuah
pandangan atau sikap hidup. Sebagai sikap hidup, demokrasi berisi nilai-nilai
atau norma yang hendaknya dimiliki oleh warga yang menginginkan kehidupan
demokrasi.
Menurut John Dewey, ide pokok
demokrasi adalah pandangan hidup yang dicerminkan dengan perlunya partisipasi
dari setiap warga yang sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur
kehidupan.
Di Indonesia yang menganut
sistem demokrasi, setiap kebebasan harus dipertanggungjawabkan, baik kepada Tuhan,
masyarakat, bangsa, negara, maupun diri sendiri. Dengan demikian, setiap warga
negara, baik perseorangan maupun organisasi harus memegang teguh sikap
bertanggung jawab. Dalam pelaksanaan demokrasi Pancasila setiap warga negara
dan organisasi politik memiliki tanggung jawab menciptakan kelancaran
pelaksanaan demokrasi. Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab warga negara
Indonesia untuk menjaga kelancaran pelaksanaannya. Sebagai warga negara, baik
perseorangan maupun organisasi dituntut untuk tetap waspada terhadap ancaman
yang akan memecah belah persatuan dan kesatuan.
4. Nilai dan Budaya Demokrasi
a. Nilai Demokrasi
Nilai-nilai demokrasi dibutuhkan
untuk menjadi landasan atau pedoman berperilaku dalam negara demokrasi. Berikut
adalah beberapa pendapat para ahli mengenai nilai-nilai demokrasi.
1) Rusli Karim (1991)
Rusli Karim
menyebutkan bahwa perlunya kepribadian yang demokratis meliputi inisiatif,
toleransi, disposisi resiprositas, komitmen, kecintaan terhadap keterbukaan,
tanggung jawab, serta kerja sama keterhubungan.
2) Zamroni (2001)
Menurut Zamroni, demokrasi akan tumbuh kokoh jika di
kalangan masya- rakat tumbuh kultur dan nilai-nilai demokrasi, yakni toleransi,
terbuka dalam berkomunikasi, bebas mengemukakan dan menghormati perbedaan
pendapat, memahami keanekaragaman dalam masyarakat, saling menghargai, mampu
mengekang diri, menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan, percaya diri atau
tidak menggantungkan diri pada orang lain, kebersamaan dan keseimbangan.
3) Henry B. Mayo
(1990)
Henry B. Mayo
mengklasifikasikan 8 nilai demokrasi, yaitu pengakuan penghormatan atas
kebebasan, pemajuan ilmu pengetahuan, penegakan keadilan, pengakuan dan
penghormatan terhadap keanekaragaman, penggunaan paksaan sesedikit mungkin,
pergantian penguasan secara teratur, penjaminan perubahan secara damai dalam
masyarakat dinamis, serta penyelesaian pertikaian secara damai dan sukarela.
b. Budaya Demokrasi
Masyarakat yang menerima dan
melaksanakan secara terus menerus nilai-nilai demokrasi dalam kehidupannya
akan menghasilkan budaya demokrasi.
Menurut Macridis dan Brown, terdapat ragam budaya politik yang lebih dapat
menopang kehidupan politik demokratis di samping juga ragam budaya politik yang
lebih menopang kehidupan politik totaliter. Budaya politik yang diwarnai oleh
kerja sama atas dasar saling percaya antarwarga masyarakatnya lebih mendukung
demokrasi daripada budaya politik yang diwarnai oleh rasa saling curiga,
kebencian, dan saling tidak percaya dalam hubungan antarwarganya. Jadi, inti
budaya demokrasi menurut kedua pakar itu adalah kerja sama, saling percaya,
toleransi, menghargai keanekaragaman, kesamaderajatan, dan kompromi.
Menurut Branson, bahwa setiap
warga negara dalam negara demokrasi semestinya memiliki kebijakan-kebijakan
kewarganegaraan karena tanpa hal itu sistem pemerintahan demokrasi tidak dapat
berjalan sebagaimana mestinya. Inti dari kebajikan kewarganegaraan adalah
tuntutan agar semua warga negara menempatkan kebaikan bersama di atas
kepentingan pribadi. Hal itu meliputi
disposisi
kewarganegaraan dan komitmen kewarganegaraan.
1) Disposisi kewarganegaraan, adalah sikap-sikap dan
kebiasaan-kebiasaan warga negara yang menopang perwujudan kebaikan bersama
serta ber-fungsinya sistem demokrasi secara sehat. Sikap-sikap itu, antara lain
adalah sebagai berikut.
a) Tanggung jawab pribadi dan kesediaan
untuk menerima tanggung jawab bagi dirinya sendiri serta konsekuensi dari
tindakan-tindakannya.
b) Keadaan, termasuk hormat
kepada orang lain, dan penggunaan wacana yang beradab.
c) Murah hati terhadap sesama
dan masyarakat luas.
d) Mengasihi sesama.
e) Sabar dan gigih dalam mengejar
tujuan bersama.
f) Toleransi terhadap
keanekaragaman.
g) Disiplin diri dan kesetiaan
pada aturan-aturan yang diperlukan untuk memelihara pemerintahan demokratis
tanpa tekanan dari otoritas di luar dirinya sendiri.
h) Sikap batin dan kehendak untuk
menempatkan kebaikan bersama diatas kepentingan pribadi.
i) Keterbukaan pikiran,
termasuk sikap skeptis yang sehat dan pengakuan terhadap sifat ambiguitas
kenyataan sosial dan politik.
j) Kesediaan untuk berkompromi
dan menerima kenyataan bahwa nilai-nilai dan prinsip-prinsip kadang-kadang
saling bertentangan.
2. Komitmen kewarganegaraan, adalah kesetiaan kritis warga negara
terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi. Komitmen itu dapat
dibedakan atas
a. Komitmen kepada nilai-nilai
dasar demokrasi (persamaan, kemerdekaan, persaudaraan, dan sebagainya);
b. Komitmen kepada prinsip-prinsip dasar demokrasi (persamaan politik,
pembagian kekuasaan negara, kedaulatan rakyat, dan sebagainya).
c. Pengertian Demokratisasi
Demokratisasi
adalah proses mengimplementasikan demokrasi sebagai sistem politik dalam
kehidupan bernegara. Miriam Budiarjo menyatakan bahwa dalam sistem politik
demokrasi perlu dibentuk lembaga-lembaga demokrasi untuk melaksanakan
nilai-nilai demokrasi. Contoh lembaga demokrasi adalah pemerintah, partai
politik, pers, dewan perwakilan rakyat, dan lembaga peradilan.
Demokrasi memiliki
ciri-ciri sebagai berikut.
1. Proses perubahan yang bersifat damai
Demokrasi dilakukan secara
damai, tidak melalui jalan kekerasan dan di bawah ancaman. Demokrasi berjalan
dengan cara musyawarah sehingga perbedaan-perbedaan yang ada diselesaikan
dengan musyawarah bukan dengan kekerasan. Jika cara kekerasan yang dipakai,
tentu akan timbul
anarki.
2. Proses perubahan
yang bersifat evolusioner
Demokratisasi tidak dilakukan
dengan cepat dan revolusioner karena cara yang cepat dan revolusioner justru
dapat menggagalkan demokratisasi. Jadi, demokratisasi dilakukan secara pelan,
perlahan, bagian demi bagian, dan berlangsung lama.
3. Proses perubahan
yang tidak pernah selesai
Untuk menjadi negara demokrasi,
usaha itu harus melalui proses yang terus-menerus, bertahap, dan
berkesinambungan. Negara juga berusaha untuk me- menuhi dan melengkapi agar hal
itu sesuai dengan ciri-ciri negara demokrasi. Adapun yang menjadi
prinsip-prinsip demokrasi ditinjau dari pendapat Alamudi yang kemudian dikenal
dengan soko guru demokrasi adalah sebagai
berikut.
a. Kedaulatan rakyat.
b. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang
diperintah.
c. Kekuasaan mayoritas.
d. Hak-hak minoritas.
e. Jaminan hak asasi manusia.
f. Pemilihan yang bebas dan jujur.
g. Persamaan di depan hukum.
h. Proses hukum yang wajar.
i. Pembatasan pemerintah secara konstitusional.
j. Pluralisme sosial, ekonomi, dan
politik.
k. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja
sama, dan mufakat.
Pada hakikatnya rumusan-rumusan
tersebut menyatakan bahwa di negara- negara yang menganut sistem demokrasi,
kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tengah rakyat dan bukan dipegang oleh
penguasa secara mutlak. Hal tersebut sesuai dengan pasal 1 ayat 2 UUD 1945.
Demokrasi Pancasila merupakan budaya demokrasi bercorak khas Indonesia yang
mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut.
1) Pemerintahan berdasarkan hukum.
2) Perlindungan terhadap hak asasi manusia.
3) Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah.
4) Peradilan yang merdeka.
B. Masyarakat Madani
Demokrasi
dijalankan dengan tujuan membentuk negara demokratis. Negara demokratis bukan
hanya lembaga-lembaga negaranya dibentuk dan berjalan sesuai dengan
prinsip-prinsip demokrasi, melainkan masyarakat di negara tersebut adalah
masyarakat demokratis. Masyarakat demokratis disebut juga dengan istilah civil
society atau masyarakat madani. Menurut Patrick, civil society merupakan konsep
yang pengertiannya dapat diperdebatkan walaupun telah digunakan banyak kalangan
sejak ± 300 tahun lalu. Namun, kebanyakan pakar sependapat bahwa istilah civil
society berkaitan dengan interaksi-interaksi sosial yang tidak dikuasai negara.
Akan tetapi, beberapa
ahli berpendapat bahwa
jaringan kerja yang kompleks dari organisasi yang dibentuk secara sukarela,
yang berbeda dari lembaga-lembaga negara yang resmi, dan yang bertindak secara
mandiri atau dalam kerja sama dengan lembaga- lembaga negara disebut civil
society.
Mohammad A.S. Hikam mengartikan civil society sebagai
wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan, antara lain,
keswasembadaan dan keswa- dayaan, kesukarelaan, keterikatan dengan norma-norma
atau nilai-nilai hukum yang diikuti warganya, dan kemandirian tinggi berhadapan
dengan negara.
Larry Diamond menyatakan bahwa
civil society melingkupi kehidupan sosial terorganisasi yang terbuka, sukarela,
otonom dari negara, lahir secara mandiri, setidaknya berswadaya secara parsial,
dan terikat pada tatanan legal atau seperangkat nilai bersama. Yang dapat
disebut sebagai civil society
menurut Larry Diamond adalah sebagai berikut.
a. Organisasi-organisasi yang
bergerak di bidang produksi dan penyebaran ide- ide, berita, informasi publik,
dan pengetahuan umum. Contohnya, asosiasi penerbitan, dan yayasan penyelenggara
sekolah swasta.
b. Perkumpulan dan jaringan
perdagangan yang produktif.
c. Gerakan-gerakan perlindungan
konsumen, perlindungan hak-hak perempuan, perlindungan kaum cacat, perlindungan
korban diskriminasi, dan perlin-dungan etnis minoritas.
d. Perkumpulan keagamaan, kesukuan, nilai-nilai, kepercayaan dan
kebudayaan yang membela hak-hak kolektif.
Civil society dapat diterjemahkan sebagai berikut.
1. Civil society diterjemahkan sebagai masyarakat madani. Hal ini
merujuk pada kota Madinah yang berasal dari kata madaniah yang berarti
peradaban. Jadi, masyarakat madani artinya masyarakat yang berperadaban.
2. Civil society diterjemahkan dengan istilah masyarakat sipil. Civil
berarti sipil dan society berarti masyarakat.
3. Civil society diterjemahkan sebagai masyarakat warga atau
kewarganegaraan.
4. Civil society diterjemahkan dengan istilah masyarakat yang beradab,
yaitu dari civilized (beradab) dan society (masyarakat).
Adapun pengertian masyarakat
madani yang sering diartikan sebagai masyarakat beradab. Ciri-ciri masyarakat
madani adalah sebagai berikut.
a. Pemerintahan berdasarkan
kehendak dan kepentingan rakyat banyak.
b. Adanya pemisahan atau
pembagian kekuasaan. Misalnya, pembagian atau pemisahan kekuasaan antara
eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
c. Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan atau pemerintahan.
Dalam negara demokrasi ada
berbagai macam organisasi civil society
yang melakukan kegiatan secara mandiri dan bebas dari kontrol pemerintahan
dengan tujuan mewujudkan kebaikan bersama (public good). Contohnya adalah usaha
memberdayakan masyarakat miskin dan memberdayakan sekolah.
Perlu juga kamu
ketahui bahwa
1) Organisasi civil society
juga dapat bertindak sebagai kekuatan sosial mandiri yang mengontrol dan
membatasi penggunaan kekuasaan negara.
2) Organisasi civil society secara kedalam memberdayakan
masyarakat, dan secara keluar mengontrol perilaku aparat pemerintahan dan wakil
rakyat. Menurut Beetham dan Boyle, gagasan
civil society menunjukkan bahwa demokrasi perlu ditopang oleh segala
macam kelompok sosial yang diorganisasikan scara independen. Oleh sebab itu,
kekuasaan negara dapat dibatasi, opini publik dapat disuarakan dari bawah dan
bukan dikelola dari atas, sehingga masyarakat mempunyai kepercayaan diri untuk
melawan pemerintahan yang semena-mena.
Kebebasan
dan tanggung jawab masyarakat harus
dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Jika masyarakat tidak memilih nilai-nilai
demokrasi, dapat terjadi penyalahgunaan kebebasan tersebut. Masyarakat yang
memiliki dan mau mengamalkan nilai-nilai tersebut, tidak akan memunculkan
masyarakat yang mau menang sendiri, suka kekerasan, dan anarki.
Demokratisasi
yang berjalan secara baik akan memunculkan masyarakat mandiri, bertanggung
jawab, memiliki kebebasan dan memiliki peradaban. Masyarakat itulah yang
disebut masyarakat madani atau civil society. Civil society tersusun atas
berbagai organisasi kemasyarakatan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Mencukupi
kebutuhannya sendiri (swadaya), paling tidak untuk sebagian, sehingga tidak
bergantung pada bantuan pemerintah.
2. Keanggotaannya yang
bersifat sukarela, atau atas kesadaran anggota itu masing- masing.
3. Lahir secara mandiri, yang
dibentuk oleh warga masyarakat sendiri bukan penguasa negara.
4. Bebas atau mandiri dari
kekuasaan negara sehingga berani mengontrol penggunaan kekuasaan negara.
5. Tunduk pada aturan hukum yang berlaku atau seperangkat nilai/norma
yang diyakini bersama.
C. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
1. Demokrasi di Masa Orde Lama
a. Masa Demokrasi Parlementer
Pada masa ini dapat
dikatakan sebagai masa kejayaan demokrasi karena hampir semua unsur demokrasi
dapat ditemukan dalam perwujudannya. Unsur-unsur itu antara lain adalah
akuntabilitas politis yang tinggi, peranan yang sangat tinggi pada parlemen,
pemilu yang bebas, dan terjaminnya hak politik rakyat. Cara kerja sistem
pemerintahan parlemen, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Kekuasaan yudikatif
dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas;
2. Presiden hanya berperan
sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan, kepala pemerintahan dijabat
oleh seorang perdana menteri;
3. Kekuasaan eksekutif
dijalankan oleh kabinet/dewan menteri, yang dipimpin oleh seorang perdana
menteri-kabinet dibentuk dengan bertanggung jawab kepada DPR;
4. Kekuasaan legislatif
dijalankan oleh DPR yang dibentuk melalui pemilu multi- partai. Partai politik
yang menguasai mayoritas DPR membentuk kabinet sebagai penyelenggara
pemerintahan negara;
5. Apabila kabinet bubar,
presiden akan menunjuk formatur kabinet untuk menyusun kabinet baru;
6. Apabila DPR mengajukan mosi
tidak percaya lagi kepada kabinet yang baru, DPR dibubarkan dan diadakan
pemilihan umum;
7. Apabila DPR menilai kinerja
menteri/beberapa menteri/kabinet kurang baik, DPR dapat memberi mosi tidak
percaya dan menteri, para menteri atau kabinet yang diberi mosi tidak percaya
harus mengundurkan/membubarkan diri.
Hal-hal negatif yang terjadi selama berlakunya sistem parlementer
adalah sebagai berikut.
1. Terjadi ketidakserasian hubungan dalam tubuh angkatan bersenjata
pasca- peristiwa 17 Oktober 1952, yaitu sebagian anggota ABRI condong ke
kabinet Wilopo, sebagian lagi condong ke Presiden Soekarno.
2. Masa kerja rata-rata kabinet
yang pendek menyebabkan banyak kebijak- sanaan jangka panjang pemerintah yang
tidak dapat terlaksana.
3. Telah terjadi perdebatan
terbuka antara Presiden Soekarno dan tokoh Masyumi, Isa Anshory, mengenai
penggantian Pancasila dengan dasar negara yang lebih Islami tentang apakah akan
merugikan umat beragama lain atau tidak.
4. Masa kegiatan kampanye pemilu
yang berkepanjangan mengakibatkan meningkatnya ketegangan di masyarakat.
5. Pemerintah pusat mendapat
tantangan dari daerah-daerah seperti pembe- rontakan PRRI dan Permesta.
Selain hal-hal
negatif tersebut menurut Herbert Feith juga terdapat hal-hal positif pada masa
demokrasi parlementer, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Sedikit sekali terjadi
konflik di antara umat beragama.
2. Jumlah sekolah bertambah
dengan pesat yang mengakibatkan peningkatan status sosial yang cepat pula.
3. Pers bebas sehingga banyak
variasi isi media massa.
4. DPR berfungsi dengan baik.
5. Minoritas Tionghoa mendapat
perlindungan dari pemerintah.
6. Badan-badan peradilan
menikmati kebebasan dalam menjalankan fungsinya, termasuk dalam kasus yang
menyangkut pimpinan militer, menteri, dan pemimpin-pemimpin partai.
7. Kabinet dan ABRI berhasil
mengatasi pemberontakan-pemberontakan seperti RMS di Maluku dan DI/TII di Jawa
Barat.
Namun, proses demokrasi masa
parlementer telah dinilai gagal dalam menjamin stabilitas politik, kelangsungan
pemerintahan, dan menciptakan kese- jahteraan rakyat. Kegagalan tersebut
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
1. Tidak
ada anggota konstituante yang bersidang dalam menetapkan dasar negara. Hal ini
memicu Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
2. Landasan sosial ekonomi
rakyat masih rendah.
3. Dominannya politik aliran,
artinya berbagai golongan politik dan partai politik sangat mementingkan
kelompok atau dirinya sendiri daripada kepentingan bangsa.
b. Masa demokrasi Terpimpin
Demokrasi terpimpin muncul dari
ketidaksenangan Presiden Soekarno terhadap partai-partai politik yang dinilai
lebih mementingkan kepentingan partai dan ideologinya masing-masing daripada
kepentingan yang lebih luas. Presiden Soekarno menekankan pentingnya peranan
pemimpin dalam proses politik dan perjuangan revolusi Indonesia yang belum
selesai. Menurut ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 pengertian dasar demokrasi
terpimpin adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara
gotong royong di antara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner
dengan berporoskan Nasakom. Ciri-ciri demokrasi terpimpin adalah sebagai
berikut.
1. Terbatasnya peran partai
politik.
2. Berkembangnya pengaruh PKI
dan militer sebagai kekuatan sosial politik di Indonesia.
3. Dominannya peran presiden,
yaitu Presiden Soekarno, yang menentukan penyelenggaraan pemerintahan negara.
Pada demokrasi terpimpin
terdapat penyimpangan dari prinsip negara hukum dan negara demokrasi menurut
Pancasila dan UUD 1945, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Pelanggaran prinsip ”kebebasan kekuasaan kehakiman”
Dalam UU No. 19 Tahun 1964
ditentukan bahwa demi kepentingan revolusi, presiden berhak untuk mencampuri
proses peradilan. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 sehingga mengakibatkan
kekuasaan kehakiman dijadikan alat oleh pemerintah untuk menghukum pemimpin
politik yang menentang kebijakan pemerintah.
2. Pengekangan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik
Hal tersebut terjadi terhadap
kebebasan pers. Saat itu banyak media massa yang dibatasi dan tidak boleh
menentang kebijakan pemerintah.
3. Pelampauan batas wewenang
Presiden banyak membuat
penetapan yang melebihi kewenangannya tanpa berkonsultasi terlebih dahulu
dengan DPR.
4. Pembentukan
lembaga negara ekstrakonstitusional
Presiden membentuk lembaga
kenegaraan di luar yang disebut UUD 1945 misalnya Front Nasional yang ternyata
dimanfaatkan oleh pihak komunis untuk mempersiapkan pembentukan negara komunis
di Indonesia.
5. Pengutamaan
fungsi presiden.
Pengutamaan fungsi
presiden tampak dalam hal-hal berikut.
a. Dalam mekanisme kerja, jika
MPR dan DPR, tidak berhasil mengambil putusan, persoalan tersebut diserahkan
kepada presiden untuk memutuskan.
b. Pimpinan MPR, DPR, dan
lembaga-lembaga negara lainnya diberi kedudukan sebagai menteri sehingga mereka
menjadi bawahan presiden. Padahal menurut UUD 1945 MPR adalah lembaga yang
membawahkan presiden dan berkedudukan lebih tinggi dari presiden, sedangkan
lembaga-lembaga negara yang lain (DPR, BPK,
dan MA) sejajar dengan presiden.
c. Pembubaran DPR oleh presiden
terjadi karena DPR menolak menyetujui RAPBN yang diusulkan pemerintah. Padahal
UUD 1945 mengatur bahwa presiden tidak dapat membubarkan DPR dan jika DPR
menolak anggaran yang diajukan, pemerintah menggunakan anggaran tahun
sebelumnya. Akhir dari demokrasi terpimpin berawal dari pemberontakan G 30 S/PKI,
ketika Presiden Soekarno gagal dalam mempertahankan keseimbangan antara
kekuatan yang ada di sisinya, yaitu PKI dan militer. Demokrasi terpimpin
berakhir dengan ditandai oleh keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 dari
Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto untuk mengatasi keadaan.
2. Demokrasi di Masa Orde Baru
Pelaksanaan demokrasi selama
masa demokrasi terpimpin adalah penyimpangan terhadap aturan dasar hidup
bernegara (Pancasila dan UUD 1945). Oleh sebab itu, Pemerintahan Orde Baru
mengawali jalannya pemerintahan dengan tekad melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen.
Seluruh kegiatan pemerintahan
negara dan hidup bermasyarakat dan berbangsa harus dijalankan sesuai dengan
tata aturan yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Namun, dalam
perkembangannya Pemerintah Orde Baru mengarah pada pemerintahan yang
sentralistis. Lembaga kepresidenan menjadi pusat dari seluruh proses politik
dan menjadi pembentuk dan penentu agenda nasional, pengontrol kegiatan politik
dan pemberi legacies bagi seluruh
lembaga pemerintah dan negara. Kehidupan politik di masa Orde Baru sama dengan
masa Orde Lama, yaitu terjadi penyimpangan-penyimpangan, antara lain adalah
sebagai berikut.
a. Pemberantasan hak-hak politik rakyat
Misalnya jumlah partai politik
yang dibatasi hanya tiga partai politik, yakni PPP, Golkar, dan PDI. Pegawai
negeri dan ABRI diharuskan untuk mendukung partai penguasa, yaitu Golkar.
Pertemuan-pertemuan politik harus mendapat izin penguasa. Ada perlakuan
diskriminatif terhadap anak keturunan orang yang terlibat G 30 S/PKI . Para
pengkritik pemerintah dikucilkan secara politik bahkan diculik.
b. Pemusatan
kekuasaan di tangan presiden
Presiden dapat mengendalikan
berbagai lembaga negara seperti MPR, DPR, dan MA. Anggota MPR yang diangkat
dari ABRI berada di bawah kendali presiden, karena presiden merupakan panglima
tertinggi ABRI. Selain itu, seluruh anggota DPR/MPR harus lulus penyaringan
yang diadakan oleh aparat militer.
c. Pemilu yang tidak demokratis
Pemilu yang dilaksanakan setiap
lima tahun sekali penuh dengan kecurangan dan ketidakadilan karena hak-hak
parpol dan masyarakat pemilih telah dimanipulasi untuk kemenangan Golkar.
d. Korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN)
Akibat dari penggunaan kekuasaan
yang terpusat dan tak terkontrol, korupsi, kolusi, dan nepotisme tumbuh subur.
KKN telah menjerumuskan bangsa ke dalam krisis multidimensi berkepanjangan.
Pemerintahan Suharto yang
otoriter berakhir setelah gerakan mahasiswa berhasil menekannya untuk
mengundurkan diri sebagai presiden. Pernyataan diri itu terjadi pada tanggal 21
Mei 1998. Adapun hal yang menjadi sebab-sebab kejatuhan Orde Baru adalah
sebagai berikut.
1. Terjadi
krisis politik dan keruntuhan legitimasi politik. Rakyat mulai kecewa dan tidak
lagi mempercayai pemerintahan Orde Baru dan mengharapkan adanya pemerintahan
yang baru.
2. Tidak
bersatu lagi pilar-pilar pendukung Orde Baru. Banyak menteri yang tidak lagi
mendukung pemerintahan. Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga tidak bersedia
lagi menjadi alat kekuasaan Orde Baru.
3. Ekonomi
nasional hancur yang ditandai oleh adanya krisis mata uang dan krisis ekonomi
yang tidak mampu ditanggulangi.
4. Muncul desakan semangat
demokratis dari para pendukung demokrasi.
3. Demokrasi di Masa Kini
Mundurnya Suharto ditandai
dengan naiknya B.J. Habibie sebagai presiden. B.J. Habibie menjadi presiden RI
yang ke-3 menggantikan Presiden Suharto yang mengundurkan diri. Pergantian
tersebut didasarkan pada pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa jika presiden
mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia diganti oleh wakil presiden sampai habis waktunya.
Presiden B.J. Habibie menyatakan
bahwa pemerintahannya adalah pemerintahan transisional. Disebut masa transisi
karena merupakan masa perpindahan pemerintahan yang selanjutnya akan dibentuk
pemerintahan baru yang demokratis dan berdasarkan kehendak rakyat.
Antara tahun 1998 sampai tahun
1999 dianggap tahun yang penuh gejolak dan diwarnai oleh kerusuhan di beberapa
daerah, antara lain konflik di Ambon dan Maluku, kerusuhan di Aceh, dan
kerusuhan dan pertentangan di wilayah Timor Timur.
Pada tanggal 21 Oktober 1999,
diselenggarakan pemilihan wakil presiden RI. Calonnya ialah Megawati
Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan dilakukan dengan voting. Hasilnya
diperoleh Megawati memperoleh suara terbanyak. Dengan demikian, wakil presiden
RI periode 1999–2004 ialah Megawati yang dilantik pada 21 Oktober 1999. Namun,
dalam perkembangan selanjutnya, kedudukan Abdurrahman Wahid beralih kepada
Megawati dengan wakilnya Hamzah Haz karena adanya ketidakpuasan rakyat selama
pemerintahan yang dipimpin olehnya.
Pada tahun 2004 untuk pertama
kalinya bangsa Indonesia melaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden
secara langsung oleh rakyat. Pemilu diikuti oleh 24 partai politik. Pemilu
dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, pada 5 April 2004 dilaksanakan pemilihan
anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kota/ kabupaten, dan DPD. Kedua, pada 5 Juli
2004 dilaksanakan pemilihan presiden
dan wakil presiden
tahap pertama. Ketiga, pada 20 September 2004 pemilihan presiden dan wakil
presiden tahap kedua. Hasil pemilihan tersebut menempatkan pasangan Susilo
Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden Republik
Indonesia periode 2004–2009.
D. Pemilihan Umum sebagai Perwujudan Demokrasi
Para
ahli politik berpendapat bahwa pemilu merupakan salah satu kriteria penting
untuk mengukur kadar demokratisasi sistem politik di suatu negara. Pemilu
menjadi tolok ukur untuk menilai demokratis tidaknya suatu negara. Menurut Eep
Saefullah Fatah, ada dua tipe pemilu.
1. Pemilu berfungsi
sebagai formalitas politik, artinya pemilu hanya dijadikan alat legalisasi
pemerintahan nondemokratis. Kemenangan kontestan merupakan hasil rekayasa
kelompok kekuatan bukan pilihan bebas politik rakyat. Pemenang pemilu telah
diketahui sebelum pelaksanaannya sendiri sehingga sistem politik demikian sulit
dikategorikan sebagai demokratis.
2. Pemilu berfungsi
sebagai alat demokrasi. Di
negara demokratis pemilu sebagai alat demokrasi dijalankan secara adil, jujur,
bersih, bebas, dan kompetitif. Pemilu menjadi ajang pilihan rakyat dalam menentukan
pemilihannya.
Rusli Karim membedakan
tiga corak pemilu, yaitu sebagai berikut.
a. Pemilu kompetitif
dalam suatu sistem demokratis. Ciri-cirinya adalah
• Rekrutmen elit politik,
• Kesiapan bagi perubahan kekuasaan,
• Legitimasi politik pemerintahan koalisi
partai,
• Representasi pendapat dan kepentingan para
pemilih,
• Peningkatan kesadaran politik rakyat melalui
kejelasan problem dan alternatif politik,
• Pendorong kompetisi bagi kekuasaan politik,
• Pembentukan suatu oposisi yang mampu
menjalankan kontrol,
• Pemertautan lembaga politik dengan pilihan
pemilih.
b. Pemilu
semikompetitif dalam suatu sistem otoritarian. Ciri-cirinya adalah
• Manifestasi dan integrasi parsial partai
politik,
• Perolehan reputasi di luar negeri,
• Penyesuaian kekuasaan yang dirancang untuk
menstabilkan sistem,
• Upaya pelegitimasian bagi kekuasaan yang ada.
c. Pemilu non
kompetitif dalam sistem totalitarian. Ciri-cirinya adalah:
• Penjelasan kriteria kebijakan pemerintahan,
• Perolehan persatuan moral dan politik rakyat,
• Pendokumentasian adanya dukungan bagi
pemerintah,
• Mobilisasi seluruh kekutan sosial.
Adanya
pemilu belum tentu menjadikan negara itu sebagai negara demokratis, tetapi
hanya pemilu yang demokratislah yang mampu membentuk negara demokrasi. Agar
negara dianggap demokratis, pemilu harus dijalankan dengan cara yang
demokratis, yaitu pemilu dengan corak yang kompetitif.
a. Fungsi Pemilihan
Umum
Pemilu
diselenggarakan dalam rangka mewujudkan gagasan kedaulatan rakyat atau sistem
pemerintahan demokrasi. Karena rakyat tidak mungkin memerintah negara secara
langsung, diperlukan cara untuk memilih wakil yang akan mewakili rakyat dalam
menjalankan roda pemerintahan suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilu
sebagai sarana demokrasi politik memiliki empat fungsi, yakni sebagai berikut.
1. Prosedur rakyat
dalam memilih dan mengawasi pemerintahan
Melalui
pemilu, rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga legislatif.
Wakil-wakil itu akan menjalankan kedaulatan yang didelegasikan kepadanya.
Pemilu merupakan proses pemungutan suara secara demokratis untuk seleksi
anggota perwakilan dan juga organ pemerintahan. Fungsi ini disebut sebagai fungsi
perwakilan politik.
2. Legitimasi politik
Pemerintahan
yang terbentuk melalui pemilu memang menjadi pilihan rakyat sehingga memiliki
keabsahan. Pemerintahan yang absah akan merumuskan program dan kebijakan yang
akan ditaati oleh rakyat. Rakyat akan tunduk dan taat sebagai konsekuensi atas
pilihan dan partisipasi politik yang telah dilakukan. Dalam sistem demokrasi,
kehendak rakyat merupakan dasar bagi keabsahan pemerintahan.
3. Mekanisme pergantian
elit politik
Dengan
pemilu, rakyat dalam kurun waktu tertentu dapat mengganti elit politik dengan
yang lainnya berdasarkan pilihannya. Putusan tersebut bergantung pada penilaian
rakyat terhadap kinerja para elit politik di masa lalu. Jika para elit politik
yang telah dipilih di masa lalu dianggap tidak mampu memenuhi harapan rakyat,
orang itu cenderung tidak akan dipilih kembali kemudian menggantinya dengan
elite politik yang baru.
4. Pendidikan politik
Fungsi
pendidikan politik melalui pemilu merupakan pendidikan yang bersifat langsung,
terbuka, dan massal karena dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran
masyarakat dalam berdemokrasi. Melalui fungsi pendidikan politik inilah pemilu
berperan sebagai sarana pengembangan budaya politik demokratis. Oleh sebab itu,
pemilu harus dilaksanakan secara demokratis pula.
b. Prinsip Demokrasi dalam Pelaksanaan Pemilu
Dalam
pemilu demokratis mutlak diperlukan prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip
demokrasi dapat terwadahi dalam pemilu demokratis, sedangkan pemilu demokratis
akan mengembangkan dan melanggengkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Eep
Saifullah Fatah, syarat-syarat pemilu yang demokratis, antara lain adalah
sebagai berikut.
1. Adanya kekuasaan membentuk tempat penampungan
bagi aspirasi rakyat,
2. Adanya pengakuan hak pilih yang universal,
3. Netralitas birokrasi,
4. Penghitungan suara yang jujur,
5. Rekrutmen yang terbuka bagi para calon,
6. Adanya kebebasan pemilih untuk menentukan
calon,
7. Adanya komite atau panitia pemilihan yang
independen, dan
8. Adanya kekuasaan bagi kontestan dalam
berkampanye.
Menurut Austin Ranney ada delapan
kriteria pokok bagi pemilu yang demokratis.
1. Hak pilih umum.
Pemilu
disebut demokratis apabila semua warga negara dewasa dapat menikmati hak pilih
pasif ataupun aktif. Meskipun diadakan pembatasan, hal tersebut harus
ditentukan secara demokratis, yaitu melalui undang- undang.
2. Kesetaraan bobot suara.
Ada
jaminan bahwa suara tiap-tiap pemilih diberi bobot yang sama. Artinya, tidak
boleh ada sekelompok warga negara, apa pun kedudukannya, sejarah kehidupan, dan
jasa-jasanya, yang memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya. Kuota bagi
sebuah kursi parlemen harus berlaku umum.
3. Tersedianya pemilihan yang
signifikan.
Hakikat
memilih diasumsikan sebagai adanya lebih dari satu pilihan.
4. Kebebasan nominasi.
Pilihan-pilihan
memang harus datang dari rakyat sendiri sehingga menyi- ratkan pentingnya
kebebasan berorganisasi. Kebebasan berorganisasi secara implisit merupakan
prinsip kebebasan untuk menominasikan calon wakil rakyat. Dengan cara itulah pilihan-pilihan
yang signifikan dapat dijamin dalam proses pemilihan umum.
5. Persamaan hak kampanye.
Program
kerja dan calon-calon unggulan tidak akan bermakna apa-apa jika tidak diketahui
oleh pemilih. Oleh karena itu, kampanye menjadi penting dalam proses pemilu.
Melalui proses tersebut massa pemilih diperkenalkan dengan para calon dan
program kerja para kontestan pemilu.
6. Kebebasan dalam memberikan suara.
Pemberi
suara harus terbebas dari berbagai hambatan fisik dan mental dalam menentukan
pilihannya. Harus ada jaminan bahwa pilihan seseorang dilindungi kerahasiaannya
dari pihak mana pun, terutama dari penguasa.
7. Kejujuran dalam penghitungan
suara.
Kecurangan
dalam penghitungan suara dapat menggagalkan upaya penjelmaan rakyat ke dalam
badan perwakilan rakyat. Keberadaan lembaga pemantau independen pemilu dapat
menopang perwujudan prinsip kejujuran dalam penghitungan suara.
8. Penyelenggaraan secara periodik.
Pemilu
tidak diajukan atau diundurkan sekehendak hati penguasa. Pemilu dimaksudkan
sebagai sarana menyelenggarakan pergantian penguasa secara damai dan
terlembaga.
c. Pemilu di Indonesia
Sampai saat ini pemilu
di Indonesia telah berlangsung sepuluh kali, yakni
1. Pemilu masa Orde Lama, yakni pemilu 1955.
2. Pemilu masa Orde
Baru, yakni pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
3. Pemilu masa Reformasi, yakni pemilu 1999,
2004, dan 2009.
Ketentuan konstitusional mengenai pemilihan umum diatur dalam
UUD 1945 amendemen ketiga pasal 22E sebagai berikut.
1.
Pemilihan
umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap
lima tahun sekali.
2.
Pemilihan
umum diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan wakil
Presiden, DPRD.
3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota
DPD adalah perseorangan.
4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota
DPR dan DPRD adalah partai politik.
5. Pemilihan umum
diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap,
dan mandiri.
6. Ketentuan lebih
lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang- undang.
Pemilihan umum perlu diselenggarakan
berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia,
jujur, dan adil.
1.
Langsung
berarti rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara
langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
2.
Umum
berarti setiap warga negara yang memenuhi persyaratan berhak ikut serta dalam
pemilu tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.
3.
Bebas
berarti setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya
tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun.
4.
Rahasia
berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan
diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun.
5.
Jujur
berarti dalam penyelenggaraan pemilu, setiap penyelenggara pemilu, pengawas
pemilu, pemantau pemilu, pemilih dan semua pihak yang terkait harus bersikap
dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6.
Adil
berarti dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat
perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.
Pemilu
yang paling demokratis baru dialami bangsa Indonesia melalui pemilu 1955.
Puluhan partai dan calon perseorangan menjadi kontestan sehingga rakyat benar-benar
berpeluang memilih sesuai dengan aspirasi masing-masing. Namun, setelah itu,
iklim politik menjadi begitu ketat selama masa demokrasi terpimpin. Selama masa
Orde Baru telah dilakukan enam kali pemilu. Hanya ada tiga lembaga pemerintahan
yang pengisiannya dilakukan melalui pemilu, yaitu MPR/DPR, DPRD, dan Kepala
Desa. Akan tetapi, ada jabatan-jabatan pemerintah lain yang diisi melalui
proses pemilihan tidak langsung oleh rakyat. Yang dimaksudkan itu adalah
pemilihan bupati. Pemilihan bupati itu dilakukan oleh MPR.
Pemilihan
menganut sistem proporsional sehingga diharapkan seluruh suara rakyat
diperhitungkan dalam pengisian anggota parlemen. Jika ada kontestan yang tidak
memperoleh suara sama sekali, kontestan tetap dijamin memperoleh 5 kursi di
parlemen. Pemilu bukanlah institusi politik yang berdiri sendiri. Keberadaan
dan kualitas pemilu sangat terkenal dengan sistem perlindungan hak-hak politik
rakyat yang tercermin dalam sistem kepartaian sebagai hulunya dan struktur
kelembagaan parlemen sebagai muaranya.
Salah
satu prinsip yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru dalam mengatur sistem
kepartaian adalah prinsip massa mengambang. Kenyataannya prinsip itu diwujudkan
dalam upaya untuk menjauhkan rakyat dari kegiatan politik kecuali pada
saat-saat pemilu.
Selama
masa Orde Baru tercatat adanya pemilu yang relatif demokratis, yaitu dalam
bentuk pemilihan kepala desa. Penghitungan dan pelaporan hasil dilakukan secara
terbuka di depan warga pemilih sehingga memperkecil peluang manipulasi suara.
Kemenangan ditentukan dengan suara terbanyak dengan jumlah pemilih yang telah
memenuhi quorum.
Bangsa
Indonesia berhasil menyelenggarakan pemilu yang relatif memenuhi syarat-syarat
pemilu demokratis pada pemilu tahun 1999, 2004, dan 2009. Apabila pemilu
terlaksana dengan baik (LUBER JURDIL) ada harapan kita akan menuju ke
pemerintahan/kehidupan yang lebih demokratis.
E. Perilaku yang Mendukung Tegaknya Prinsip-Prinsip Demokrasi
Suatu
negara disebut negara demokrasi jika negara tersebut menerapkan prinsip-prinsip
demokrasi dalam kehidupan bernegara. Demokrasi dapat berjalan jika didukung
oleh warga negara yang demokratis. Budaya demokrasi harus menjadi gaya hidup
bagi setiap warga bangsa karena dengan cara itulah demokrasi berdasarkan
Pancasila dalam bidang politik, ekonomi ataupun sosial benar-benar dapat
dijalankan. Jadi, warga negara harus berperilaku yang demokratis agar dapat mendukung
tegaknya prinsip-prinsip demokrasi di negaranya. Perilaku demokratis adalah
perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai
demokrasi. Nilai demokrasi merupakan sesuatu yang baik, yang diyakini
bermanfaat bagi terciptanya negara demokrasi. Contoh nilai demokrasi, antara
lain adalah terbuka, tanggung jawab, adil, menghargai, mengakui perbedaan, anti
kekerasan, damai, dan kerja sama. Berdasarkan nilai-nilai demokrasi, perilaku
yang mendukung tegaknya prinsip-prinsip demokrasi adalah sebagai berikut.
1. Menerima dan
melaksanakan keputusan yang telah disepakati.
2. Menghargai orang
lain yang berbeda pendapat dan tidak memusuhinya.
3. Berusaha menyelesaikan
perbedaan pendapat atau masalah secara damai bukan dengan kekerasan.
4. Menerima kekalahan
secara dewasa apabila telah diputuskan secara demokratis.
5. Memberi pendapat,
kritik, ide, masukan bagi tegaknya demokrasi.
6. Bertanggung jawab
atas apa yang dikemukakan dan dilakukan secara bebas.
7. Menangani tindak
kriminal sesuai dengan jalur hukum bukan dengan main hakim sendiri.
a. Penerapan Budaya Demokrasi di Lingkungan Sekitar
Demokrasi
tidak datang dengan sendirinya dan budaya demokrasi tidak muncul begitu saja,
melainkan harus diajarkan dan ditanamkan sejak dini, mulai dari lingkungan
kecil, seperti keluarga sampai lingkungan besar, seperti negara bahkan dalam
hubungan internasional.
1) Contoh penerapan demokrasi di
lingkungan keluarga, antara lain adalah sebagai berikut.
a) Menghargai
pendapat orang tua dan saudara,
b) Bertanggung
jawab atas perbuatannya,
c) Musyawarah
untuk pembagian kerja,
d) Bekerja
sama untuk menyelesaikan pekerjaan dan masalah yang ada,
e) Bersedia
untuk menerima kehadiran saudara-saudaranya sendiri, dan
f) Terbuka
terhadap suatu masalah yang dihadapi.
2) Contoh penerapan budaya demokrasi
di lingkungan masyarakat, antara lain adalah sebagai berikut.
a) Mau
mengakui kesalahan yang telah dibuatnya,
b) Menghormati
pendapat orang lain yang berbeda dengannya,
c) Menyelesaikan
masalah dengan mengutamakan kesepakatan,
d) Bersedia
hidup bersama dengan semua warga negara tanpa membeda-bedakan,
e) Tidak
merasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain,
f) Menaati
peraturan lingkungan dan hukum yang berlaku, dan
g) Melibatkan
diri dalam upaya memecahkan persoalan bersama.
3) Contoh penerapan budaya demokrasi
di lingkungan sekolah, antara lain adalah sebagai berikut.
a) Menaati
peraturan disiplin sekolah,
b) Menerima
dengan ikhlas hasil kesepakatan,
c) Menghargai
pendapat teman lain meskipun pendapat itu berbeda dengan kita,
d) Bersedia
untuk bergaul dengan teman sekolah tanpa diskriminasi,
e) Melibatkan
diri dalam upaya memecahkan persoalan bersama,
f) Menerima
teman yang berbeda latar belakang suku, budaya, ras, dan agama, dan
g) Mengutamakan
musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah.
Peran
serta siswa dalam menerapkan budaya demokrasi dapat dilakukan dengan kegiatan
pemilihan umum melalui kegiatan di sekolah, antara lain pemilihan ketua kelas,
pemilihan ketua OSIS, pemilihan tugas piket, pembagian ketua kelompok diskusi,
dan pemilihan ketua panitia olahraga/kesenian. Pengendalian diri juga merupakan
unsur penting dari budaya demokrasi. Pengendalian diri tidak hanya berlaku
dalam kehidupan bernegara, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
1) Contoh sikap pengendalian diri
dalam keluarga adalah sebagai berikut.
a) Mengatur kegiatan rumah tangga dengan tertib,
b) Menghindari perkataan yang menyakitkan hati
orang tua/anggota keluarga, dan
c) Selalu mengingat kebutuhan anggota keluarga
yang lain.
2) Contoh sikap pengendalian diri di
lingkungan sekolah adalah sebagai berikut.
a) Tidak
membuat gaduh ketika pelajaran berlangsung,
b) Menghindari
perkataan yang menyakiti hati guru atau teman, dan
c) Menggunakan
waktu istirahat untuk kegiatan yang positif.
3) Contoh sikap pengendalian diri di
lingkungan tempat tinggal kita adalah sebagai berikut.
a) Menghindari
penggunaan kata-kata yang menyakiti hati orang lain,
b) Bergaul
dengan tetangga dan masyarakat sekitar sesuai dengan norma lingkungan,
c) Tidak
membuat keonaran di kampung.
b. Penerapan Budaya Demokrasi di Kehidupan Bernegara
Dalam
kehidupan bernegara, penerapan budaya demokrasi dapat dilakukan oleh para
pemegang pemerintahan atau pemimpin politik. Apabila tingkah laku pemerintah
sesuai dengan budaya demokrasi, pemerintahan ataupun lembaga- lembaga negara
dapat berjalan secara demokratis pula. Sebaliknya, apabila tingkah laku para
pemimpin jauh dari budaya demokrasi, pemerintahan atau lembaga-lembaga negara
meskipun sudah dibuat demokratis, tidak dapat berjalan dengan baik.
Contoh penerapan budaya demokrasi di
lingkungan kehidupan bernegara adalah sebagai berikut.
1) Berani bertanggung jawab terhadap sikap dan perbuatan yang dilakukan,
2) Tidak memberi contoh perilaku kekerasan kepada warga,
3) Tidak saling menghujat, memfitnah, mengatakan buruk kepada sesama pemimpin,
4) Sikap terbuka dan tidak berbohong kepada publik,
5) Sikap mengedepankan kedamaian pada masyarakat,
6) Perilaku taat pada hukum dan peraturan perundang-undangan,
7) Mengutamakan musyawarah untuk menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan,
8) Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik,
9) Bersedia
para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya, dan
10) Bersedia
menerima kekalahan secara dewasa dan ikhlas.
Pemimpin
yang berbudaya demokrasi akan sangat mendukung pemerintahan demokrasi dan akan
memberikan contoh yang dapat memupuk budaya demokrasi di kalangan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar