A. Pengertian Budaya Politik
Manusia selain sebagai makhluk individu juga sebagai
makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan
orang lain. Oleh karena itu, manusia selalu berinteraksi atau berhubungan
dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Salah satu
bentuk hubungan antarmanusia dalam masyarakat adalah hubungan yang bersifat
politik. Terjadinya hubungan antarmanusia yang bersifat politik mencerminkan adanya
budaya politik dalam masyarakat. Budaya politik dalam kehidupan masyarakat yang
satu dengan masyarakat yang lain akan berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan
tipe-tipe budaya politik masyarakat setempat. Apa sebenarnya pengertian budaya
politik itu?
Budaya politik berasal
dari dua kata, yaitu budaya dan politik. Kata budaya atau kebudayaan berasal
dari bahasa Sanskerta, yaitu buddhayah.
Buddhayah ini merupakan bentuk jamak
dari buddhi, yang berarti akal atau
budi. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa kebudayaan berarti
semua hal yang bersangkutan dengan akal. Akal hanya dimiliki oleh manusia
sehingga hanya manusialah yang berbudaya.Menurut E.B. Taylor, kebudayaan adalah
sesuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain, serta kebiasaan-kebiasaan
yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Adapun kata politik
berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis,
yang berarti kota atau negara kota. Politik mengandung pengertian adanya
hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, yang menimbulkan adanya
aturan,kewenangan, dan kekuasaan. Politik dalam bahasa Arab disebut Siyasah
atau dalambahasa Inggris disebut politics, yang berarti sebagai suatu cara yang
digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Pada dasarnya politik mempunyai lingkup
yang luas. Lingkup politik meliputi negara, kekuasaan, pengambilan keputusan,
kebijakan, dan pembagian nilai-nilai dalam masyarakat.
Berdasarkan
pengertian budaya dan politik
tersebut, dapat kita pahamipengertian budaya politik secara umum. Selain
itu, banyak para ahli politik yang memberikan pendapatnya tentang pengertian
budaya politik. Bagaimanakah pengertian budaya politik secara umum? Bagaimana
pula pendapat para ahli tentang pengertian budaya politik? Agar lebih jelas,
mari kita pahami satu per satu.
1. Pengertian Budaya Politik
Menurut Para Ahli
Terdapat banyak sarjana
ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik sehingga terdapat variasi
konsep tentang budaya politik. Akan tetapi, jika diamati dan dikaji lebih jauh
tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidak begitu besar sehingga tetap
dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang sama. Pengertian dari beberapa ahli
ilmu politik tentang budaya politik sebagai berikut.
a. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
Budaya politik
berisikan sikap, keyakinan, nilai, dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh
populasi, juga kecenderungan dan pola pola khusus yang terdapat pada
bagian-bagian tertentu dari populasi
b. Roy Macridis
Menurut Roy Macridis, budaya politik sebagai tujuan
bersama dan peraturan yang harus diterima bersama.
c. Robert Dahl
Kebudayaan politik sebagai salah satu sistem yang
menjelaskan pola-pola yang berbeda mengenai pertentangan politik. Unsur budaya
politik yang penting menurut Robert Dahl adalah orientasi pemecahan masalah,
apakah pragmatis atau rasionalistis.
d. Samuel Beer
Budaya politik adalah nilai-nilai keyakinan dan
sikap-sikap emos tentang cara pemerintah seharusnya dilaksanakan dan tentang
apa yang harus dilakukan oleh pemerintah.
e. Almond dan Verba
Budaya politik adalah suatu sikap orientasi yang
khas dari warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya serta
sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu.
f. Lucian Pye
Budaya politik lebih dilihat pada aspek perkembangan
politik di negara berkembang dengan sistem pokok menyangkut wa- wasan politik,
bagaimana hubungan antara tujuan dan cara standar untuk penilaian aksiaksi
politik, serta nilai-nilai yang menonjol bagi aksi politik.
Budaya politik
merupakan persepsi warga negara yang diaktualisasikan dalam pola sikap terhadap
masalah politik yang terjadi sehingga berdampak terhadap pembentukan struktur
dan proses kegiatan politik masyarakat maupun pemerintahan karena sistem
politik merupakan hubungan antara manusia yang menyangkut soal kekuasaan,
aturan, dan wewenang. Negara Indonesia menganut sistem politik Demokrasi
Pancasila. Demokrasi Pancasila berdasarkan kerakyatan yang dijiwai dan
diintegrasikan dengan sila-sila lainnya. Demokrasi Pancasila merupakan
perwujudan dan pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi yang berdasarkan atas UUD
1945.
B.
Tipe-Tipe Budaya Politik
Budaya politik menunjuk pada orientasi dari tingkah
laku individu/ masyarakat terhadap sistem politik. Budaya politik dapat
digolongkan ke dalam tiga tipe, yakni sebagai berikut.
1.
Budaya Politik Parokial
Budaya politik ini
terbatas pada satu wilayah atau lingkup yang kecil. Dalam budaya politik
parokial, orientasi politik warga terhadap keseluruhan objek politik dapat dikatakan
rendah karena anggota masyarakat cenderung tidak menaruh minat terhadap
objek-objek politik yang luas, kecuali dalam batas tertentu di tempat mereka
tinggal.
Ciri-ciri budaya politik parokial adalah sebagai
berikut.
a. Budaya politik ini berlangsung dalam
masyarakat yang masih tradisional dan sederhana.
b. Belum terlihat peran-peran politik yang
khusus; peran politik dilakukan serempak bersamaan dengan peran ekonomi,
keagamaan, dan lain-lain.
c.
Kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau kekuasaan dalam
masyarakatnya cenderung rendah.
d. Warga cenderung tidak menaruh minat terhadap
objek-objek politik yang luas, kecuali yang ada di sekitarnya.
e. Warga tidak banyak berharap atau tidak
memiliki harapan-harapan tertentu dari sistem politik tempat ia berada.
2.
Budaya Politik Subjek
Menurut Mochtar Masoed
dan Colin Mac Andrews (2000), budaya politik subjek menunjuk pada orang-orang
yang secara pasif patuh pada pejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undang,
tetapi tidak melibatkan diri dalam politik ataupun memberikan suara dalam
pemilihan.
Ciri-ciri budaya politik subjek adalah sebagai
berikut.
a. Warga menyadari sepenuhnya akan otoritasi
pemerintah.
b. Tidak banyak warga yang memberi masukan dan
tuntutan kepada pemerintah, tetapi mereka cukup puas untuk menerima apa yang
berasal dari pemerintah.
c. Warga bersikap menerima saja putusan yang
dianggapnya sebagai sesuatu yang tidak boleh dikoreksi, apalagi ditentang.
d. Sikap warga sebagai aktor politik adalah pasif;
artinya warga tidak mampu berbuat banyak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
politik.
e. Warga menaruh kesadaran, minat, dan perhatian
terhadap sistem politik pada umumnya dan terutama terhadap objek politik output, sedangkan kesadarannya terhadap input
dan kesadarannya sebagai aktor politik masih rendah.
3.
Budaya Politik Partisipan
Menurut pendapat Almond
dan Verba (1966), budaya politik partisipan adalah suatu bentuk budaya yang
berprinsip bahwa anggota masyarakat diorientasikan secara eksplisit terhadap
sistem sebagai keseluruhan dan terhadap struktur dan proses politik serta
administratif. Dalam budaya politik partisipan, orientasi politik warga
terhadap keseluruhan objek politik, baik umum, input dan output, maupun
pribadinya dapat dikatakan tinggi. Ciri-ciri dari budaya politik partisipan
adalah sebagai berikut.
a. Warga menyadari akan hak dan tanggung
jawabnya dan mampu memper- gunakan hak itu serta menanggung kewajibannya.
b. Warga tidak menerima begitu saja keadaan,
tunduk pada keadaan, berdisiplin tetapi dapat menilai dengan penuh kesadaran
semua objek politik, baik keseluruhan, input, output maupun posisi dirinya
sendiri.
c. Anggota masyarakat sangat partisipatif
terhadap semua objek politik, baik menerima maupun menolak suatu objek politik.
d. Masyarakat menyadari bahwa ia adalah warga
negara yang aktif dan berperan sebagai aktivis.
e. Kehidupan politik dianggap sebagai sarana
transaksi, seperti halnya penjual dan pembeli. Warga dapat menerima berdasarkan
kesadaran, tetapi juga mampu menolak berdasarkan penilaiannya sendiri.
Bagaimana dengan budaya
politik di Indonesia? Ada beragam pandangan mengenai budaya politik Indonesia.
Keragaman pendapat ini dimungkinkan karena persoalan budaya politik itu dilihat
dari sudut pandang yang berbeda. Rusadi Kartaprawira dalam bukunya Sistem
Politik di Indonesia menyatakan adanya beberapa ciri dari budaya politik
Indonesia, antara lain adalah sebagai berikut.
a. Sifat ikatan primordial masih kuat yang
dikenali melalui indikator yang berupa sentimen kedaerahan, kesukuan, dan keagamaan.
b. Budaya politik Indonesia bersifat parokial
subjek di satu pihak dan partisipasi di lain pihak.
c. Ada subbudaya yang banyak dan beraneka ragam.
Hal ini terjadi karena Indonesia memiliki banyak suku yang masing-masing
memiliki budaya sendiri-sendiri.
d. Kecenderungan budaya politik Indonesia masih
mengukuhi sifat paternalisme dan sifat patrimonial. Sebagai indikator, misalnya
adalah perilaku menyenangkan atasan.
Affan Gaffar (1999) dalam bukunya Politik Indonesia
Transisi Menuju Demokrasi mengatakan bahwa budaya politik Indonesia memiliki
tiga ciri dominan yaitu sebagai berikut.
1.
Hierarki yang tegas
Sebagian besar
masyarakat Indonesia bersifat hierarkis yang menunjukkan adanya pembedaan atau
tingkatan atas dan bawah. Stratifikasi sosial yang hierarkis ini tampak dari
adanya pemilahan tegas antara penguasa dan rakyat kebanyakan. Masing-masing
terpisah melalui tatanan hierarkis yang sangat ketat.
Dalam kehidupan
politik, pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercermin pada
cara penguasa memandang dirinya dan rakyatnya. Mereka cenderung merendahkan
rakyatnya. Karena penguasa sangat baik, pemurah, dan pelindung, sudah
seharusnya rakyat patuh, tunduk, setia, dan taat kepada penguasa negara. Bentuk
negatif lainnya dapat dilihat dalam soal kebijakan publik. Penguasa membentuk
semua agenda publik, termasuk merumuskan kebijakan publik, sedangkan rakyat
cenderung disisihkan dari proses politik. Rakyat tidak diajak berdialog dan
kurang didengar aspirasinya.
2.
Kecenderungan patronage
Kecenderungan patronage, adalah kecenderungan pembentukan
pola hubungan patronage, baik di
kalangan penguasa dan masyarakat maupun pola hubungan patron-client. Pola hubungan ini bersifat
individual. Antara dua individu, yaitu
patron dan client, terjadi
interaksi timbal balik dengan mempertukarkan sumber daya yang dimiliki
masing-masing. Patron memiliki sumber daya berupa kekuasaan, kedudukan atau
jabatan, perlindungan, perhatian dan kasih sayang, bahkan materi. Kemudian,
client memiliki sumber daya berupa dukungan, tenaga, dan kesetiaan.
Menurut Yahya Muhaimin,
dalam sistem bapakisme (hubungan bapak-anak), ”bapak” (patron) dipandang
sebagai tumpuan dan sumber pemenuhan kebutuhan material dan bahkan spiritual
serta pelepasan kebutuhan emosional ”anak” (client). Sebaliknya, para anak buah
dijadikan tulang punggung bapak.
3.
Kecenderungan Neo-patrimonialistik
Dikatakan
neo-patrimonalistik karena negara memiliki atribut atau kelengkapan yang sudah
modern dan rasional, tetapi juga masih memperhatikan atribut yang patrimonial.
Negara masih dianggap milik pribadi atau kelompok pribadi sehingga diperlakukan
layaknya sebuah keluarga.
Menurut Max Weber,
dalam negara yang patrimonalistik penyelenggaraan pemerintah berada di bawah
kontrol langsung pimpinan negara. Adapun menurut Affan Gaffar, negara patrimonalistik memiliki
sejumlah karakteristik sebagai berikut.
a.
Penguasa politik seringkali mengaburkan antara kepentingan umum dan kepentingan
publik.
b. Rule of law lebih bersifat sekunder apabila
dibandingkan dengan kekuasaan penguasa.
c. Kebijakan seringkali bersifat partikularistik
daripada bersifat universalistik.
d.
Kecenderungan untuk mempertukarkan sumber daya yang dimiliki seorang penguasa
kepada teman-temannya lebih besar.
Selanjutnya,
manakah sesungguhnya budaya politik Indonesia? Karena bangsa Indonesia adalah
bangsa yang heterogen atas dasar suku, daerah, dan agama maka di Indonesia
terdapat banyak subbudaya politik. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
berprinsip Bhinneka Tunggal Ika sehingga semua bentuk subbudaya yang ada di
Indonesia adalah budaya politik nasional.
Salah
satu aspek penting dalam sistem politik adalah budaya politik yang mencerminkan
faktor subjektif. Budaya politik mengutamakan segi psikologis dari suatu sistem
politik. Demokrasi Pancasila adalah suatu paham demokrasi yang bersumber pada
pandangan atau filsafat hidup bangsa Indonesia yang digali dari kepribadian
bangsa Indonesia sendiri. Demokrasi Pancasila pada hakikatnya adalah sarana
atau alat bagi bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan Negara sebagaimana telah
dirumuskan di dalam Pembukaan UUD 1945. Budaya Politik Pancasila akan
mengarahkan keseluruhan dari pandangan-pandangan politik, seperti norma-norma,
pola-pola orientasi seperti politik dan pandangan hidup pada umumnya
berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila.
Adapun
sistem politik Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 1 ayat (2) adalah
sistem politik demokrasi, yaitu kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut undang-undang dasar. Budaya politik yang sesuai, selaras, dan sebangun
dengan sistem.
C. Pentingnya
Sosialisasi Politik dalam Pengembangan Budaya Politik
1.
Pengertian Sosialisasi Politik
Sosialisasi
politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota
masyarakat dalam menjalani kehidupan politik. Proses sosialisasi berlangsung
seumur hidup yang diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal,
nonformal, dan informal maupun secara tidak sengaja melalui kontak dan
pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam
kehidupan masyarakat.
Berbagai
pengertian dan batasan mengenai sosialisasi politik telah dikemukakan oleh para
sarjana terkemuka, di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Gabriel Almond
(2000)
Sosialisasi politik
menunjuk pada proses tempat sikap-sikap dan pola tingkah laku politik diperoleh
atau dibentuk. Sosialisasi politik juga merupakan sarana bagi suatu generasi
untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan
keyakinan-keyakinan
politik pada generasi berikutnya.
b. Ramlan Surbakti
(1992)
Sosialisasi politik
merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik anggota masyarakat.
c. Kenneth P. Langton
(1969)
Sosialisasi politik
adalah cara masyarakat meneruskan kebudayaan politiknya.
d. Richard E. Dawson
(1992)
Sosialisasi politik
dapat dipandang sebagai pewarisan pengetahuan, nilai-nilai, dan
pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi
lainnya kepada warga negara baru dan mereka yang menginjak dewasa.
Pada
hakikatnya, sosialisasi politik adalah suatu proses untuk memasyarakatkan
nilai-nilai atau budaya politik ke dalam suatu masyarakat. Beberapa aspek
penting dari sosialisasi politik adalah sebagai berikut.
1. Sosialisasi politik
merupakan proses belajar dari pengalaman.
2. Sosialisasi politik
merupakan prakondisi bagi aktivitas sosial politik.
3.
Sosialisasi politik berlangsung tidak hanya pada usia dini dan remaja, tetapi
tetap berlanjut sepanjang kehidupan.
4.
Sosialisasi politik memberikan hasil belajar yang berupa informasi,
pengetahuan, sikap, motif, nilai-nilai yang tidak hanya berkaitan dengan
individu tetapi juga dengan kelompok.
Menurut
Ramlan Surbakti, sosialisasi politik dibagi dua, yaitu pendidikan politik dan
indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan proses dialogis di antara
pemberi dan penerima pesan. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan kursus,
latihan kepemimpinan, diskusi, atau keikutsertaan dalam berbagai pretemuan.
Indoktrinasi politik merupakan proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan
memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma, dan simbol yang
dianggap oleh pihak yang berkuasa sebagai ideal dan baik.
2.
Tipe-Tipe Sosialisasi Politik
Tipe sosialisasi yang
dimaksud adalah bagaimana cara atau mekanisme sosialisasi politik berlangsung.
Ada dua tipe sosialisasi politik, yakni sebagai berikut.
a.
Sosialisasi Politik Tidak Langsung
Sosialisasi
politik tidak langsung pada mulanya berorientasi pada hal-hal yang bukan
politik, kemudian warga dipengaruhi untuk memiliki orientasi politik. Sosialisasi
politik tidak langsung dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut.
1) Magang
Magang merupakan bentuk
aktivitas sebagai sarana belajar. Magang di tempat-tempat tertentu atau
organisasi nonpolitik dapat memengaruhi orang ketika berhubungan dengan
politik.
2) Pengalihan hubungan
antarindividu
Hubungan antarindividu
yang pada mulanya tidak berkaitan dengan politik, akhirnya individu akan
terpengaruh ketika berhubungan atau berorientasi dengan kehidupan politik.
Contohnya, hubungan anak dengan orang tua nantinya akan membentuk orientasi
anak ketika ia bertemu atau berhubungan dengan pihak luar.
3) Generalisasi
Menurut tipe
generalisasi, kepercayaan dan nilai-nilai yang diyakini yang sebenarnya tidak
berkaitan dengan politik dapat memengaruhi orang untuk berorientasi pada objek
politik tertentu.
b.
Sosialisasi Politik Langsung
Pada
tipe ini, sosialisasi politik berlangsung dalam satu tahap saja, yaitu bahwa hal-hal
yang diorientasikan dan ditransmisikan adalah hal-hal yang bersifat politik. Sosialisasi
politik langsung dapat dilakukan melalui beberapa cara, yakni sebagai berikut.
1) Pengalaman politik
Pengalaman politik
adalah belajar langsung dalam kegiatan-kegiatan politik atau kegiatan yang
sifatnya publik. Contohnya, adalah keterlibatan langsung seseorang dalam
kegiatan partai politik.
2) Pendidikan politik
Sosialisasi politik
melalui pendidikan politik adalah upaya yang secara sadar dan sengaja serta
direncanakan untuk menyampaikan, menanamkan, dan membelajarkan anak untuk
memiliki orientasi-orientasi politik tertentu. Pendidikan politik dapat
dilakukan melalui diskusi politik, kegiatan partai politik, dan pendidikan di
sekolah.
3) Peniruan perilaku
Proses menyerap atau
mendapatkan orientasi politik dengan cara meniru orang lain. Contohnya, seorang
siswa akan mendukung calon presiden tertentu karena kakaknya juga mendukung
calon presiden tersebut.
4) Sosialisasi
antisipatori
Sosialisasi politik
dengan cara belajar bersikap dan berperilaku seperti tokoh politik yang
diidealkan. Misalnya, seorang anak belajar bersikap dan cara berbicara seperti
presiden karena ia memang mengidealkan peran itu.
3.
Agen atau Sarana Sosialisasi Politik
Menurut
Gabriel A. Almond (2000), sosialisasi politik dapat membentuk dan mentransmisikan
kebudayaan politik suatu bangsa. Sosialisasi politik juga dapat memelihara
kebudayaan politik suatu bangsa dalam bentuk penyampaian kebudayaan itu dari
generasi tua kepada generasi muda, serta dapat pula mengubah kebudayaan
politik. Untuk dapat menyampaikan atau mentrans- misikan pandangan, nilai,
sikap, dan keyakinan-keyakinan politik diperlukan sarana atau agen-agen
sosialisasi politik. Terdapat enam macam sarana atau agen sosialisasi, yaitu
keluarga, kelompok bergaul atau bermain, sekolah, tempat kerja, media massa,
dan kontak politik langsung.
a. Keluarga
Keluarga
merupakan lembaga pertama yang dijumpai oleh individu. Keluarga juga merupakan
sarana bagi sosialisasi politik yang sangat strategis terutama untuk pembentukan
kepribadian dasar serta sikap-sikap sosial anak yang nanti berpengaruh untuk
orientasi politik. Pengalaman berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keluarga
dapat meningkatkan kompetensi anak. Pengalaman itu dapatjuga memberi
kecakapan-kecakapan untuk melakukan interaksi politik. Keluarga memiliki peran
penting dalam sosialisasi politik karena ada dua alasan, yakni sebagai berikut.
1) Hubungan yang
terjadi di keluarga merupakan hubungan antar individu yang paling dekat dan
memiliki ikatan yang erat sehingga efektif untuk menanamkan sikap dan
nilai-nilai.
2) Keluarga merupakan
lembaga yang pertama dan utama untuk menanamkan kepribadian anak sejak awal.
b. Kelompok Pergaulan
Kelompok pergaulan
mampu menjadi sarana sosialisasi politik yang efektif setelah anak keluar dari
lingkungan keluarga. Dalam kelompok pergaulan, seseorang akan melakukan
tindakan tertentu karena teman-temannya di dalam kelompoknya melakukan tindakan
tersebut.
Kelompok pergaulan
menyosialisasikan anggota-anggotanya dengan cara mendorong atau mendesak mereka
untuk menyesuaikan diri terhadap sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh
kelompok itu. Seseorang mungkin menjadi tertarik pada politik atau mulai
mengikuti peristiwa-peristiwa politik karena teman-temannya berbuat demikian.
Lingkungan kelompok
pergaulan lebih luas dan menjadikan mereka memiliki pengalaman bersama karena
kegiatan yang mereka lakukan. Pengalaman yang dimiliki oleh seorang anak
seringkali tidak diperoleh dari keluarga.
c. Sekolah
Proses pendidikan
politik sejak dari bangku sekolah merupakan usaha pemerintah memperkenalkan
politik kepada masyarakat sejak dini. Sekolah berperan penting dalam
sosialisasi politik. Sekolah memberi pengetahuan kepada para siswa tentang
dunia politik dan peranan mereka di dalamnya. Sekolah juga memberikan pandangan
yang lebih konkrit tentang lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan
politik. Anak belajar mengenal nilai, norma, dan atribut politik negaranya.
Kegiatan sosialisasi politik melalui sekolah dapat
berupa kegiatan intrakurikuler, upacara bendera,
kegiatan ekstra, dan baris-berbaris.
d. Tempat Kerja
Organisasi-organisasi
formal atau informal yang dibentuk atas dasar pekerjaan juga dapat memainkan
peran sebagai agen sosialisasi politik. Organisasi-organisasi tersebut dapat
berbentuk serikat kerja atau serikat buruh. Dengan menjadi anggota dan aktif
dalam organisasi tersebut mereka mendapat sosialisasi politik yang efektif.
Bagi para anggotanya,
organisasi-organisasi tersebut dapat berfungsi sebagai penyuluh di bidang
politik. Secara tidak langsung, para anggota akan belajar tentang
berorganisasi. Pengetahuan tersebut akan bermanfaat dan berpengaruh ketika
mereka terjun ke dunia politik. Individu-individu yang mempunyai pengalaman
berorganisasi umumnya tidak akan canggung apabila suatu ketika terjun ke dunia
politik. Misalnya, melakukan pertemuan dengan pejabat soal UMR, bermusyawarah
dengan pimpinan perusahaan soal kesejahteraan, bahkan kegiatan demonstrasi yang
sesuai dengan aturan yang berlaku.
e. Media Massa
Media massa bagi
masyarakat modern memberikan informasi-informasi politik yang cepat dan dalam
jangkauan yang luas. Dalam hal itulah, media mssa baik surat kabar, majalah,
radio, televisi, maupun internet memegang peranan penting. Media massa juga
merupakan sarana ampuh untuk membentuk sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan
politik. Melalui media massa, ideologi negara dapat ditanamkan kepada
masyarakat, dan melalui media massa pula politik negara dapat diketahui oleh
masyarakat luas.
f. Kontak Politik
Langsung
Kontak
politik langsung dapat berupa pengalaman nyata yang dirasakan oleh seseorang dalam
kehidupan politik. Betapa pun positifnya pandangan terhadap sistem politik yang
telah ditanamkan oleh keluarga atau sekolah, apabila pengalaman nyata seseorang
bersifat negatif, maka hal itu dapat mengubah pandangan politiknya.
D.
Menampilkan Peran Serta Budaya Politik Partisipatif
1.
Pengertian Budaya Politik Partisipatif
Partisipasi
berarti ikut serta dalam suatu usaha bersama dengan orang lain untuk
kepentingan bersama. Budaya politik partisipatif adalah salah satu jenis budaya
politik bangsa. Budaya politik partisipatif sebangun atau selaras dengan sistem
politik demokrasi. Ciri-ciri warga yang berbudaya politik partisipatif, antara lain
adalah sebagai berikut.
a. Warga memiliki kesadaran untuk taat pada
peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan tanpa perasaan tertekan;
b. Warga menyadari adanya kewenangan atau
kekuasaan pemerintah;
c. Warga memiliki kesadaran akan peran, hak,
kewajiban, dan tanggung jawabnya selaku warga negara;
d. Warga memiliki pengetahuan dan kepekaan yang
cukup terhadap masalah atau isu-isu mengenai kehidupan politik negaranya; dan
e. Warga mampu dan berani memberi masukan,
gagasan, tuntutan, kritik terhadap pemerintah.
Menurut Ramlan
Surbakti, partisipasi politik adalah keikutsertan warga dalam politik atau politik
memengaruhi hidupnya. Ciri-ciri politik partisipatif adalah sebagai berikut.
a.
Kegiatan itu diarahkan untuk memengaruhi
pemerintah selaku pembuat dan pelaksana putusan politik.
b. Kegiatan yang berhasil (efektif) ataupun yang
gagal memengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik.
c. Kegiatan itu merupakan kegiatan atau perilaku
luar individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku batiniah
berupa sikap dan orientasi.
d. Kegiatan memengaruhi pemerintah dapat
dilakukan baik melalui prosedur wajar (konvensional) dan tidak berupa kekerasan
(nonviolence) seperti mengajukan petisi, mengikuti prosedur yang wajar dan
tidak berupa kekerasan, seperti demonstrasi, mogok, serangan bersenjata.
e. Kegiatan memengaruhi pemerintah dapat
dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung. Kegiatan langsung berarti
individu memengaruhi pemerintah tanpa menggunakan perantara, sedangkan kegiatan
tidak langsung berarti individu memengaruhi pemerintah melalui pihak lain yang dianggap
mampu meyakinkan pemerintah.
Partisipasi
yang baik adalah partisipasi yang mendukung suksesnya usaha bersama.
Kualifikasi partisipasi mendukung suksesnya usaha bersama. Kualifikasi partisipasi
yang baik adalah positif, kreatif, realistis, kritis-korektif-konstruktif.
• Partisipasi
positif merupakan partisipasi yang mendukung kelancaran usaha bersama untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
• Partisipasi
kreatif adalah keterlibatan yang berdaya cipta, tidak hanya mengikuti begitu
saja suatu kegiatan yang direncanakan pihak lain, tidak hanya melaksanakan
instruksi atasan, melainkan memikirkan sesuatu yang baru.
• Partisipasi
realistis berarti keikutsertaan dengan memperhitungkan kenyataan baik kenyataan
dalam masyarakat maupun kenyataan mengenai kemampuan pelaksana kegiatan, waktu
yang tersedia, kesempatan, dan keterampilan para pelaksana.
•
Partisipasi kritis-korektif-konstruktif berarti keterlibatan yang dilakukan
dengan mengkaji suatu bentuk kegiatan, menunjukkan kekurangan atau kesalahan dan
memberikan alternatif yang lebih baik.
Agar
partisipasi itu dapat dilakukan dan berguna, ada beberapa hal yang harus
dipenuhi antara lain adalah sebagai berikut.
a.
Kesediaan untuk ikut memikul beban dan akibat kegiatan atau usaha bersama yang
berupa tenaga, harta, dan bea, serta kesediaan untuk menikmati hasil kegiatan
bersama itu;
b.
Kemauan dan kemampuan untuk ambil bagian dalam salah satu ataubeberapa tahap
dalam proses kegiatan tertentu, dalam satu atau beberapa aspek tertentu;
c. Kemauan dan kemampuan untuk memahami seluk
beluk usaha bersama yang sedang atau akan dilakukan.
2. Menerapkan Budaya Politik
Partisipatif
Budaya politik
partisipan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan demokrasi yang sehat. Beberapa
sikap dan perbuatan yang demokratis dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai berikut.
a. Menghindari sikap angkuh, mau menang sendiri,
mementingkan diri sendiri dan kelompok, keras kepala, ekstrem, dan meremehkan
orang lain.
b.
Membina dan membiasakan sikap perilaku demokratis, kekeluargaan, musyawarah,
toleransi, dan tenggang rasa.
Menurut S. Yudohusodo,
untuk menerapkan budaya politik partisipatif ada empat hal yang harus
dilakukan, yaitu sebagai berikut.
a.
Mengembangkan budaya mengajukan pendapat dan berargumentasi secara santun dalam
semangat egalitarian.
b.
Mengembangkan budaya pengambilan putusan secara terbuka dan demokratis, serta
mengembangkan sportivitas dalam berpolitik.
c.
Membiasakan proses rekrutmen kader secara transparan berdasarkan kualifikasi
yang tolok ukurnya diketahui secara luas.
d.
Mengembangkan budaya keterbukaan.
Warga negara dapat menampilkan budaya
politiknya dalam wujud perilaku politik. Contoh perilaku politik warga negara
yang merupakan perwujudan dari budaya politik partisipatif, antara lain adalah
sebagai berikut.
a. Mengikuti pemilihan umum;
b. Mengikuti berbagai jajak pendapat;
c. Mengikuti rapat, musyawarah, dialog, debat
publik dan sebagainya yang berkaitan dengan masalah bersama;
d. Melaksanakan demokrasi secara damai, baik
dalam bentuk penolakan maupun dukungan;
e. Memberi masukan, pendapatan, saran, dan kritik
terhadap pemerintahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar